Curhat – Just Want You To Know

Om Telolet Om

“Om Telolet Om” lagi jadi tranding topic dimana-mana, ngga cuma di Indonesia, tapi juga di dunia. Jujur aku kaget dan agak- agak gimana gitu ngeliatnya. Ngga nyangka aja Telolet yang dulu aku cuekin ternyata bisa setenar ini. Haha. Coba kalo dulu aku lebih merhatiin dia, mungkin sekarang aku ikutan tenar… *eh

Berhubung aku kenal Telolet udah agak lama, kali ini biar aku ceritain awal perkenalanku sama Om Telolet Om…

Awal kenal telolet itu akhir Mei 2016, pas lagi trip sama anak jurusan Pendidikan Bahasa Inggris UIN Bandung ke Bali. Perjalanan panjang yang ngabisin waktu dua hari dua malem buat duduk diem dalam bus, berhenti buat makan, dan masuk bus lagi buat tidur itu ngga pernah aku lupain sensasinya. Bayangin sendiri lah…duduk- tidur-makan- sholat- duduk- tidur- makan- sholat, ditambah: dengerin lagu dangdut dari tv bus, ngerampok cemilan temen yang duduk di depan- belakang, plus iseng ngefoto- fotoin yang tidur- Stop! Balik lagi ke telolet nis!

Nah, pas rombongan kami berhenti di suatu rumah makan di Jawa Timur, aku ngeliat banyak anak- anak nongkrong di pinggir jalan sambil megang hape dan ngrekam kendaraan yang lewat. Waktu itu bus rombongan ngurangin kecepatan karena mau masuk ke area parkir Rumah Makan, dan anak- anak kecil itu ngasih kode ke pak supir buat mencet klakson. Aku lupa apakah mereka bilang “Om Telolet Om” atau engga. Yang jelas tangan mereka mengepal kayak orang mau nonjok, tapi jempolnya naik turun gitu kayak mencet tombol. Haha

Aku awalnya ngga paham, mereka ngapain sih bawa- bawa hape gitu? Ngerekam bus yang lewat? Buat apa? Trus akhirnya aku nanya ke temen di sebelahku.

“Mereka ngapain sih?”

“Ngrekam suara klakson, kan suaranya beda- beda, jadi mereka rekam buat di upload ke youtube ato facebook.” jawab temenku yang ternyata paham banget tentang per-telolet-an.

“Oh…gitu…” aku jawab sekenanya, ngga terlalu minat, walaupun selepas dari rumah makan pun ternyata di sepanjang jalan ada banyak banget anak-anak yang ngelakuin hal yang sama, tapi aku anggep semua itu biasa aja. Dalem hatiku bilang, anak- anak iseng nyari hiburan itu mah.

Perjalanan berlanjut dengan damai, aku sibuk sama tugas buat nyari bule di Bali. Selesai bertugas, rombongan pulang ke Bandung dan kembali ke kehidupan masing- masing. Aku pun kembali ke kehidupan ku yang sepi tapi sibuk, dan ngelupain Telolet begitu saja…

Tamat.

Eh…belum!

Bulan mei berlalu, bulan puasa pun datang di bulan juni. Juli akhirnya lebaran, dan Agustus aku masih menikmati liburan yang ngga abis- abis saking panjangnya.

Awal September aku mulai sibuk kuliah lagi, sampai Oktober, November, dan Desember..pas lagi galau- galaunya mikirin UAS, telolet tiba- tiba muncul di semua akun sosmed.

Hei! Kamu kan telolet yang dulu aku cuekin! Kenapa sekarang kamu dikenal sama semua orang??? Haha 😂

Aku senyum- senyum pas sadar kalau Telolet ini bikin banyak orang bahagia, padahal keliatannya dia sederhana, bahkan cenderung dianggep kegiatan ngga penting yang buang- buang waktu dan berbahaya (takut kesenggol bus mungkin). Telolet ini nyegerin rasa haus kita akan hiburan yang polos, sepolos tawa bayi pas denger suara krincing- krincing mainan yang kedengeran ngga lucu di telinga orang- orang tua.

Pokoknya…Om Telolet Om! Itu bikin ketawa. Hahaha. Udah ah..Segitu aja cerita ku tentang telolet.

Jangan komen pake kata- kata “Om Telolet Om” ya…

I’m Back!

Bismillah..
Walhamdulillah..
Akhirnya aku kembali dapat hidayah buat nulis lagi di blog. Terimakasih Tuhan! Terimakasih juga teman dan musuh! Karena kalian, aku kembali ke dunia yang dulu ku cintai ini.
Well, aku kembali karena beberapa hal, di bawah ini:
Pertama, karena ada beberapa teman sosmed yang selalu cerita tentang blog-nya dan cara dia menulis. Sebut saja dia Abang, cewek yang namanya persis cowok. Abang ini blogger aktif, kalian bisa liat tulisannya di:Kiseki No Sedai. Thanks a lot Bang, jujur aku panas tiap kamu cuap- cuap di grup tentang betapa bahagianya kamu menulis. Aku jadi mikir, aku juga dulu ngerasain kebahagiaan yang sama, tapi kenapa sekarang aku ngga bahagia? Ya, jawabannya satu: karena aku ngga nulis.
Kedua, masih karena teman sosmed, dia tiba- tiba posting link tulisan pertamanya di blog! Ngga cuma satu tulisan, tapi tiga tulisan dalam sehari. Dan… ya..bisa ditebak, aku kaget liat dia yang begitu semangatnya ngeblog, sementara aku yang dari kelas satu Aliyah punya blog malah menyia- nyiakan blog ku begitu aja. (FYI, kelas 1 Aliyah itu = tahun 2010, enam tahun lalu). Thanks teman, kau menamparku dengan keras.
Ketiga, semalem aku dapet curhatan tentang cinta pertama seorang temen. Dia jatuh cinta dan mendem gitu aja perasaannya selama 3 tahun lebih. Dia bilang, dia cuma bisa mantau orang yang dia cinta lewat sosmed- sosmed yang bahkan ngga dia follow, dan baca tulisan dari orang yang dia cinta lewat satu media bernama: blog. That’s all..
Semua orang yang berinteraksi denganku akhir- akhir ini seolah- olah nyuruh aku kembali ke dunia blogging.
Sekali lagi ku ucap Alhamdulillah..
Semoga besok atau lusa aku tetap bisa berbagi cerita..
Aamin

Libur Kali Ini..

Tak terasa Ramadhan sudah memasuki tanggal ke 19. Sudah banyak teman teman santri yang berkemas untuk pulang. Bahkan sejak semalam ada pula yang sudah dijemput orang tuanya. Maklum, liburan pondok hanya ada sekali dalam satu tahun, yaitu setiap tanggal 20 Ramadhan sampai 9/10 syawal. Pantas kalau mereka terburu buru ingin pulang. Saya sih tenang tenang saja. Belum berkemas sama sekali bahkan banyak baju saya yang masih basah dijemuran belakang masjid. Hidup 5 tahun dipondok Al Hikmah 2 ini membuat saya agak lucu dalam urusan pulang. Dulu di tahun pertama mondok, saya begitu menggebu gebu untuk pulang. Di tahun kedua, saya malah ikut BSK alias Bakti Sosial Keagamaan yang di adakan oleh Organisasi Daerah, yang otomatis membuat kepulangan saya ke rumah sendiri tertunda selama satu minggu. Tahun ke tiga, lagi lagi saya ikut BSK. Akhir tahun ketiga saat kelulusan MTs, saya juga tidak langsung pulang begitu pengumuman dibacakan, saya malah nginep di pondok selama satu minggu, padahal hampir rata rata teman satu angkatan saya langsung pulang ke rumah masing masing. Ibu sampai marah gara gara saya nunda nunda pulang itu.
Tahun ke empat, saya kembali bersemangat ingin cepat pulang. Rasanya seperti santri baru lagi, tidak betah di pondok! Kalau dulu tidak betah karena belum bisa adaptasi, kali ini saya tidak betah gara gara sekolah lanjutan yang saya masuki. Sekolah terunik yang membuat rambut kepala saya rontok saking pusingnya. Tahun ke lima, saya kembali ikut BSK, tapi ternyata BSKnya di desa saya sendiri. So sama saja saya pulang cepat. Tahun ke enam ini, hari ini, saya sangat sangat santai. Saya tidak memikirkan pulang, tidak pula mengikuti BSK tahunan. Saya hanya tersenyum menanti sore tiba, mengangguk saat disapa santri lain yang tlah siap menjinjing tasnya. Tertawa, karna libur kali ini, saya akan BERPETUALANG…!

Tolong Jaga Perasaan Ibu

Kemarin aku bermimpi tentang ibuku. Mimpi di pagi buta yang kata orang mengandung makna. Dimimpi itu, beliau menjengukku lima kali, pulang pergi Pemalang Bumiayu seorang diri selama 5 hari berturut turut. Saat kutanya \”Kenapa datang kesini? beliau menjawab dengan wajah penuh senyum. ” Sekalian ta’ziah, tahlilan untuk orang yang meninggal kemarin. Aku kebingungan. Siapa pula yang meninggal? Dan kenapa Ibu selalu saja mendadak saat datang?. Itu yang kurasakan dalam mimpiku. Continue reading Tolong Jaga Perasaan Ibu

Waktu Yang Tlah Berlalu

Waktu telah berlalu, seolah cerita singkat telah kulalui. Kemarin yang penuh resah, kemarin yang membingungkan, kemarin kujalani kisah itu. Kini kisah itu telah berlalu, kisah itu telah selesai. Kau pergi, aku pun pergi dari kesenyapan hati.

Apakah ini rasa biasa? Yang membuatku bahagia sejenak. Apakah ini rasa biasa? Yang membuatku kemarin menangis seperih itu? Atau, ini masih saja rasa biasa ? yang sempat membuatku hancur?

Aku pernah begitu menginginkanmu menjadi sahabat sejatiku. Bagi siapapun mungkin keinginan ini adalah hal yang biasa. Sangat biasa, lazim, dan bahkan tidak perlu diherankan. Tapi apakah ini adalah hal yang biasa bagiku? Sepelekah keinginan yang sempat tertanam kemarin? Hanya keinginan biasakah ini?

Tidak! Tidak untuk luka yang memar dan menyayat seperih ini. Tidak untuk hati yang telah remuk dan seolah hancur berkeping keping. Tidak untuk harapan yang telah pupus, serta untuk persahabatan yang tak sempat utuh.

Tapi dari situ aku dapat belajar, aku banyak berlatih untuk berpikir. Aku belajar dari kesalahanku. Aku belajar ikhlas, aku belajar , aku belajar menerima, aku belajar mengerti, aku belajar memahami, aku belajar tersenyum meski disaat lukaku sedang membara.

Kini waktu telah berlalu, seolah cerita yang singkat telah kulalui. Kau pergi, aku pun pergi dari kesenyapan hati.

Sang Angin

Angin…

Beberapa tahun yang lalu dia menyebut dirinya sebagai “angin”. Aku hanya mengiyakan sambil mengendikan bahu dan tersenyum heran. Ada ada saja dia…Tapi tak apa lah, tak ada salahnya kubiarkan dia berekspresi sekehendak daya imajinasinya yang memang tinggi itu. Selama hal itu tak menyalahi aturan dan bukan sebuah kesalahan, aku bisa terima. Lama kelamaan, aku akui kehadirannya memang seperti angin dalam hidupku. Angin yang menyejukkan, kadang membawa hawa panas, kadang pula bagai angin topan yang memporak porandakan suasana hati. Semua sikapnya, yang membuatku tertawa, heran, kesal, kagum, menangis, marah, dan masih banyak lagi, memberi warna tersendiri yang sulit digambarkan.

Angin…

Dia memang benar benar angin bagiku. Dia ada, dulu aku bisa merasakan kehadirannya, tapi kini aku tak mampu menyentuhnya, aku tak mungkin melihat wujudnya, karna dialah sang angin. Dia datang dan pergi begitu saja. Bila dia ingin, dia bisa pergi ke gunung yang tinggi dan membelai dedaunan di tengah rimba. Bila dia ingin, dia juga bisa dengan mudah mendatangi laut dan bermain dengan deburan ombak juga burung camar. Dia bebas…lepas…merdeka di luar sana.

Kehadiran sosoknya dihidupku tak bisa kuanggap Angin Lalu. Dia lah yang mengajarkanku tentang makna persahabatan, dia yang membuka mataku akan makna kasih sayang, dan darinya aku tau bagaimana aku harus menjaga sikap, menjaga kata kata, dan menjaga perasaan. Dia menuntunku ke jalan yang harus ku tempuh saat aku ditimpa masalah.

Darinya pula aku tau bagaimana rasanya disakiti, aku belajar tersenyum dikala hati menjerit terlukai. Dia memberiku mimpi, dia memberiku rasa percaya diri. Dia…ah, sulit rasanya kutulis semua tentang dia.

Yang jelas, Dia berarti. Dia pengaruh terbesar dalam satu masa dihidupku…

Kini…

Angin itu tlah terbang jauh…

Mengembara mengejar mimpi yang kini juga jadi impianku.

Di ulang tahunnya tanggal 26 Desember kemarin, I wish all the best for you…

Tetaplah jadi angin penyejuk di dunia ini Sobat…

SELAMAT ULANG TAHUN